Rabu, 23 November 2011

Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)


stain-br

Burung Hantu Serak Jawa
(Tyto alba)
A. Klasifikasi Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Ordo : Strigiformes
Family : Tytonidae
Genus : Tyto
Species : Tyto alba
B. Struktur Morfologi Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)
1. Ciri Umum
Badan bagian atas berwarna abu-abu terang dengan garis-garis gelap dan bintik-bintik pucat yang tersebar pada bulu-bulunya. Pada sayap dan punggung terdapat bintik-bintik lusuh. Badan bagian bawah berwarna putih dengan beberapa bintik-bintik hitam (terkadang tidak ada). Bulu-bulu pada kaki bagian bawah biasanya jarang (tipis). Bentuk muka menyerupai jantung berwarna putih dengan tepi berwarna kecoklatan dan pada tepi lingkar mata terdapat bintik- bintik berwarna coklat. Iris mata berwarna hitam. Kaki berwarna putih kekuning-kuningan sampai kecoklatan Ukuran tubuh jantan dan betina biasanya hampir serupa. Betina dan anakan lebih banyak memiliki bintik-bintik gelap.
2. Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh antara jantan dan betina hampir serupa, namun demikian biasanya betina memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar dari pada jantan.
Ukuran tubuh betina
Ukuran tubuh jantan
Panjang badan: 34 – 40 cm
Panjang badan: 32 – 38 cm
Rentang sayap: ± 110 cm
Rentang sayap: ± 107 cm
Berat badan: ± 570 gr
Berat badan: ± 470 gr
C. Struktur Anatomi Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)
1. Struktur Bulu
Burung hantu memiliki sedikit bulu bawah, tapi punya kait pada bagian bulu kontur dekat dengan kulit. Kebanyakan bulu burung hantu memiliki desain khusus. Disekitar wajah terdapat bulu cakram wajah yang kaku (ruff), bulu mahkota, bulu penutup telinga, dan juga bulu sekitar paruh. Kaki memiliki tendril yang berbulu, yang berguna sebagai penutup, membantu burung bereaksi terhadap obyek yang ditangkap, misal mangsa.
Bristle pada burung hantu diyakini dapat membantu dalam mendeteksi posisi sarang tempat bertengger dan juga benda yang menghalangi. Fungsi bristle didukung oleh adanya getaran dan tekanan reseptor dekat folikel bulu. (Sukiya, 2003). Bristle adalah bulu kecil dengan ceruk kaku dengan kait pada bagian dasar atau tidak ada sama sekali. Bristle umumnya berada pada sekitar dasar paruh, mata, dan kelopak.
Adaptasi paling unik dari bulu burung hantu adalah ujung bulu primer sayap, yang seperti sisir. Pada kondisi penerbangan normal, udara bergejolak dipermukaan sayap, menciptakan turbulensi, dan menimbulkan suara. Dengan model sayapnya, ujung bulu sayap bentuk sisir, mematahkan turbulensi menjadi mikroturbulen. Hal ini efektif untuk meredam suara gejolak udara dipermukaan sayap dan memungkinkan burung untuk terbang tanpa suara.
2. Karakter Warna dan Pola Bulu
Secara umum, pola dan warna kriptik burung hantu memungkinkan untuk menyatu dengan keadaaan sekitarnya, untuk bersembunyi dari potensi bahaya. Hal ini khususnya penting bagi burung nokturnal, karena mereka perlu tetap bersembunyi saat bertengger disiang hari.
Saat terancam, seekor burung seringkali menunjukkan pose melindungi, dengan mata tertutup, bulu telinga terangkat, dan bulu yang merapat. Bulu telinga tidak ada kaitannya dengan pendengaran, hanya berupa bulu tampilan saja, digunakan untuk menunjukkan suasan hati, seperti takut, marah dan terkejut. Ini juga membantu berkamuflase.
3. Paruh
Tyto alba memiliki paruh yang besar dan berbentuk melengkung dengan ujung yang runcing dan tajam. Paruh yang kokoh seperti ini berfungsi untuk membunuh mangsa, membawa mangsa pada saat terbang, dan merobek-robek tubuh mangsa sebelum ditelan atau disuapkan kepada anakannya. Paruh tertutupi bulu, sehingga terkadang terlihat kecil. Pada saat dibuka untuk menelan mangsa, paruh akan terlihat sangat besar, cukup untuk menelan seekor mamalia kecil secara langsung.
4. Alat Gerak (Kaki dan Jari)
Tyto alba memiliki kaki-kaki yang panjang dan besar serta dilengkapi dengan empat jari dan kuku yang kokoh. Keadaan ini membuat T.alba memiliki kemampuan yang baik dalam mencengkeram mangsa. Kokohnya cengkeraman cukup untuk membuat mangsa tidak berdaya (bahkan mati) pada saat ditangkap. Susunan jari-jari saat terbang biasanya adalah tiga mengarah ke depan dan satu ke belakang. Susunan ini sewaktu-waktu dapat diubah dimana tiga jari diarahkan ke belakang dan satu ke depan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam menangkap mangsa. Saat hinggap, atau mencengkeram mangsa, bagian ujung jari tiap kaki akan melengkung kearah samping. Saat menyerang mangsa, cakarnya direntangkan lebar untuk memperbesar peluang keberhasilan serangan. Bagian bawah kaki ditutupi oleh permukaan kasar yang membantu menahan mangsa atau bertengger. Tyto alba juga memiliki gurat-gurat dibagian bawah jari tengah untuk membantu menahan mangsa dan juga untuk grooming.
Pada beberapa jenis burung hantu, diketahui bahwa kaki ikut membantu menjaga suhu tubuh. Kelebihan suhu tubuh dipancarkan melalui dasar kaki, yang memiliki pembuluh darah ekstra.
D. Fisiologi Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)
1. Kemampuan Terbang
Strategi perburuan dari Tyto alba sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang lain. Burung-burung predator lain, mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa. Dalam perburuan mangsa, T. alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap T. alba memiliki jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan T. alba dan juga membantu pendengaran T. alba sendiri.
2. Indera Penglihatan
Mata T. alba sangat peka sehingga dapat melihat pada kegelapan. Untuk mendeteksi lokasi mangsa, mata dan pendengaran T. alba bekerja bersama-sama dalam suatu harmoni yang serasi. Bola mata T. alba diketahui memiliki kedudukan tetap pada tempatnya, menghadap ke depan dan memberikan penglihatan yang bersifat binokuler dan stereoskopik. Kedudukan mata yang tetap memiliki kelemahan, terutama dalam hal mendeteksi lingkungan sekitar. Untuk menanggulangi hal ini, T. alba memiliki leher yang sangat fleksibel sehingga kepalanya dapat diputar 270 derajat dalam empat arah, ke arah kiri, kanan, atas dan bawah.
Mata T. alba memiliki adaptasi yang baik untuk melihat pada intensitas cahaya yang sangat rendah. Hal ini ditandai dengan ukuran pupil yang sangat besar dan retina yang tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif, yang memberikan efek penglihatan monokromatik. Kemampuan melihat dalam gelap ini dikatakan sekitar 3-4 kali kemampuan manusia. Bola mata T. alba dilengkapi dengan lapisan membran penutup yang dapat dibuka dan ditutup. Gerakan buka-tutup dari membran tersebut berfungsi untuk membersihkan bola mata dari debu dan kotoran yang menempel pada permukaan mata.
3. Indera Pendengaran
T. alba memiliki susunan letak lubang telinga yang cukup unik, karena tidak simetris dimana letak pada kepala antara satu dengan yang lainnya tidak sama tinggi dan dengan sudut yang berbeda pula. Lubang-lubang telinga tersebut diselubungi oleh suatu lapisan fleksibel yang tersusun dari bulu-bulu pendek seperti bulu-bulu yang menyelimuti lingkar mukanya. Lapisan tersebut berfungsi sebagai keping pemantul (reflektor) suara. Kelengkapan pendengaran seperti itu membuat T. alba memiliki pendengaran yang peka dan bersifat mengarah (direksional) terhadap sumber bunyi, sehingga T. alba mampu mendeteksi lokasi mangsa (dalam arah dan jarak) secara tepat walau dalam keadaan gelap gulita sekalipun.
Pada T. alba columella di bagian tengah telinga, berfungsi mengirimkan getaran dari membrane tympani ke bagian telinga dalam, koklea ada meskipun tidak berbentuk spiral sempurna (Sukiya, 2003).
4. Perilaku Makan
T. alba memiliki kebiasaan makan yang unik. Tergantung ukuran mangsa yang tertangkap, T. alba dapat menelan utuh mangsanya atau membaginya dalam ukuran yang lebih kecil sebelum ditelan. Daging dan bagian yang lunak dari tubuh mangsa akan dicerna, sementara bulu-bulu dan tulang belulang tidak dicerna dan kemudian secara berkala dimuntahkan kembali dalam bentuk pellet.
E. Reproduksi Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)
Beberapa peneliti menyatakan bahwa Tyto alba dapat bersifat poligami. Dijumpai seekor jantan dapat memiliki lebih dari satu pasangan, dengan jarak antar sarang kurang dari 100 meter. Selama percumbuan, jantan berputar sekitar pohon dekat sarang, sambil menyuarakan deritan dan koaran. Kebanyakan Tyto alba bersarang di lubang pohon sampai ketinggian 20 meter. Mereka juga dapat bersarang pada bangunan tua, gua, dan ceruk sumur.
Burung hantu dapat berkembang biak sepanjang tahun, tergantung kecukupan suplai makanan. Jika kondisi lingkungan memungkinkan, sepasang T. alba dapat berbiak dua kali dalam setahun. Pada daerah temperata dan sub Artik, perkembangbiakan (perkawinan dan peletakan telur) terjadi pada musim semi. Populasi tikus yang tinggi di suatu daerah dapat memacu perkembangbiakan populasi T. alba secara dramatis.
Dalam satu musim kawin individu betina T. alba dapat menghasilkan telur sebanyak 3-6 butir (terkadang dapat mencapai 12 butir) dalam interval 2 hari. Telur berwarna putih dan berbentuk bulat oval. Panjang telur 38-46 mm dengan lebar 30-35 mm. Telur dierami segera setelah telur pertama diletakkan dengan lama pengeraman 30-34 hari. Karena peletakan telur berlangsung dalam interval beberapa hari, maka penetasannya pun tidak bersamaan. Hal ini menyebabkan terjadinya gradasi ukuran tubuh anakan yang baru menetas. Anakan dengan ukuran tubuh terbesar biasanya memperoleh suplai makanan yang lebih banyak dari induknya. Akibatnya, jarang sekali ditemukan seluruh anakan yang menetas dalam satu sarang pada periode yang sama akan bertahan hidup, kecuali sumber makanan disekitar sarang sangat banyak. Umumnya, anakan yang paling kecil (yang menetas terakhir) akan mati atau bahkan dibunuh oleh anakan yang lebih besar (lebih tua). Kelihatannya, hal ini merupakan strategi bertahan hidup yang ganjil, namun justru menjamin kelangsungan hidup suatu keluarga T. alba secara keseluruhan. Apapun kondisi ketersediaan makan yang ada disekitar sarang, beberapa anakan akan bertahan hidup dan menghasilkan keturunan dimasa yang akan datang. Jika semua anakan diberi jumlah makanan yang sama, resiko kematian anakan akan semakin besar terutama pada masa paceklik makanan.
Anakan T. alba berbulu putih dan diasuh oleh induknya selama sekitar 2 minggu dan disapih setelah 50-55 hari. Setelah itu, anakan tetap berada di sarang induknya selama lebih kurang satu minggu untuk belajar berburu, kemudian menyebar di areal sekitar sarang induknya itu. T. alba muda dapat berbiak setelah berumur sekitar 10 bulan.
F. Sarang dan Teritorial
Pada sudut pandang yang sempit, burung hantu tidak membangun sarang seperti burung penyanyi. Mereka merupakan pemakai sarang oportunis, menggunakan sarang yang sudah ada atau mengambil alih sarang yang ditinggalkan burung lain. Burung hantu umumnya bersifat teritorial, suatu kenyataan yang nampak pada saat musim berbiak. Mereka dengan sekuat tenaga mempertahankan sarang dan teritori makan yang sangat jelas, dari individu lain atau jenis burung lain, yang menjadi pesaing untuk sumberdaya yang sama. Jika burung bersifat menyebar, sifat teritorial berakhir sampai musim berbiak. Pada Tyto alba, sifat teritorialnya kurang begitu kuat. Apabila jumlah makanan berlimpah, maka dapat dijumpai adanya koloni sarang pada area yang sama.
G. Mekanisme Berburu dan Mangsa
Tyto alba merupakan spesialis dalam berburu mamalia tanah kecil, dan kebanyakan mangsanya berupa hewan pengerat kecil. T. alba mengkhususkan diri untuk memangsa mamalia kecil yang hidup dipermukaan tanah. Makanan utama adalah hewan pengerat (rodentia) kecil. Di Australia, makanan pokok T. alba adalah mencit (Mus musculus), sedangkan di Amerika dan Eropa adalah tikus ladang, cecurut, mencit dan tikus rumah. Mangsa lain adalah kelinci, kelelawar, katak, kadal, beberapa jenis burung lain dan serangga. Jenis-jenis mangsa tersebut biasanya didapatkan pada areal terbuka, terutama pada padang rumput. Tyto alba berbiak secara cepat sebagai respon terhadap ledakan populasi tikus. T. alba seringkali terlihat bertengger pada tempat-tempat yang agak tinggi untuk mengintai mangsanya.
Pada dasarnya kebutuhan konsumsi sekitar 1/3 dari berat tubuh. Namun saat burung memelihara anak, konsumsinya akan berkurang karena harus berbagi dengan anak. Untuk burung berumur 2-4 minggu, rata-rata konsumsinya sekitar 2-4 ekor tikus per malam. Untuk umur 3-5 minggu, mengkonsumsi sekitar 5-10 ekor per malam. Di Amerika, sepasang induk dengan lima anak, dapat mengkonsumsi sekitar 3000 ekor hewan pengerat dalam satu musim berbiak.
Tyto alba dewasa berburu sesaat setelah senja, dan perburuan berikutnya sekitar 2 jam menjelang fajar. Namun jika mereka sedang membesarkan anak, mereka akan aktif berburu sepanjang malam. Sangat jarang sekali dijumpai Tyto alba berburu pada siang hari. Jika ada kejadian perburuan di siang hari, bisa diduga burung tersebut sedang mengalami kelaparan.
Burung hantu dapat mengadaptasi kemampuan berburu bergantung pada tipe mangsa. Serangga dan burung kecil dapat disergap di udara, kadang setelah diusir dari tajuk pohon atau semak oleh Burung Hantu. Sekali tertangkap, mangsa kecil dibawa dengan paruh, atau segera dimakan. Mangsa besar dibawa dengan cakar.
Burung Hantu dapat menyimpan kelebihan makanan di suatu tempat saat kondisi mangsa melimpah. Tempat menyimpan dapat berupa sarang, lubang pohon, atau cabang batang.
Mangsa biasanya ditemukan dengan cara membagi pandangan atas dan bawah, terutama pada padang rumput terbuka. Tyto alba sangat mengandalkan terbang tanpa suara dan pendengaran yang sangat kuat untuk menemukan mangsa. Suara sayap Tyto alba teredam oleh tumpukan beludru pada permukaan bulunya. Sebagai tambahan, ujung bulu sayap memiliki sisir halus yang meredam suara kepakan sayap.
H. Perilaku Umum
1. Suara
Suara yang sering dikeluarkan oleh T. alba adalah cicitan serak (parau). Panggilan kawin (cumbuan) dari individu jantan berupa cicitan yang melengking dan berulang-ulang. Pada saat kembali ke sarang, individu dewasa terkadang mengeluarkan suara parau seperti suara katak. Jika dikejutkan, T. alba mengeluarkan desisan, cicitan dan suara gemeretak keras yang dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan lidahnya.
2. Membersihkan Tubuh
Semua burung secara rutin membersihkan bulunya (preening -grooming) untuk membersihkan dari debu, kotoran dan parasit. Burung hantu menggunakan paruh dan cakarnya untuk melakukan hal ini. Kait bulu terbang memiliki kait-kait kecil yang saling mengunci, membuat bulu menjadi satu permukaan kontinyu. Kait kecil ini seringkali terlepas saat kondisi terbang. Burung menggunakan paruhnya untuk menyusun ulang kait yang terlepas dan mengembalikan bulu pada kondisi terbaik. Ada kelenjar kecil yang disebut uropygial, terletak didekat ekor, yang menghasilkan cairan berminyak. Kelenjar ini dirangsang oleh paruh, yang juga digunakan untuk mentansfer cairan ke bulu untuk dijadikan lapisan pelindung.
3. Bahasa Tubuh
Burung hantu mempunyai bahasa tubuh yang sangat ekspresif. Kebanyakan jenis akan memutar-mutar kepalanya jika penasaran dengan sesuatu. Hal ini merupakan bukti tentang kemampuan mereka dalam kemampuan memandang 3 dimensi. Saat kondisinya santai, bulu-bulunya menjadi kendur dan mengembang. Jika seekor burung menjadi gelisah, maka akan nampak lebih langsing, bulu-bulunya ditarik merapat ketubuh, dan yang mempunyai bulu telinga akan ditegakkan. Saat melindungi anak atau dirinya sendiri, burung ini akan menunjukkan pose menyerang atau bertahan, dengan bulu dikembangkan untuk memperbesar penampakan ukuran. Kepala direndahkan, dan sayap dibentangkan kearah bawah. Beberapa jenis menjadi agresif saat bersarang dan dapat menyerang manusia.
I. Habitat dan Penyebaran
1. Habitat
Serak jawa (Tyto Alba) yang umum didapati di wilayah berpohon, sampai dengan ketinggian 1.600 m dpl. Ditepi hutan, perkebunan, pekarangan, hingga taman-taman di kota besar. Sering bertengger rendah ditajuk pohon atau perdu, berbunyi-bunyi dengan memilukan, atau bersahutan dengan pasangannya. Sewaktu-waktu terjun menyambar mangsanya dipermukaan tanah atau vegetasi yang lebih rendah. Sering pula berburu bersama dengan anak-anaknya. Aktif pada malam hari. Namun demikian, terkadang aktif pada senja hari dan dini hari, bahkan sesekali bisa dijumpai sedang terbang pada siang hari. Pada siang hari, T. alba biasanya berdiam diri pada lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat.
Beberapa jenis, khususnya Tyto, mampu menempati tempat buatan manusia yang mirip dengan lubang pohon. Sarang Gagak dan burung pemangsa lain yang sudah ditinggalkan, juga merupakan tempat pilihan. Hanya sedikit atau tidak ada usaha sama sekali untuk memperbagus konstruksi pembuat sarang sebelumnya. Celah batuan juga digunakan oleh beberapa jenis burung.
2. Distribusi Populasi
T.alba merupakan jenis burung yang tersebar hampir diseluruh bagian dunia (kosmopolitan). Populasi burung ini dapat ditemukan diseluruh benua (kecuali Antartika), termasuk diseluruh wilayah Australia dan Tasmania. T. alba juga dapat ditemukan disebagian besar wilayah Inggris Raya dan sebagian besar Eropa daratan, sebagian besar wilayah Asia Selatan, Tenggara dan Barat, sebagian besar benua Afrika dan sebagian besar wilayah Amerika Utara. Di Amerika Selatan, T. alba dapat ditemukan di daerah padang rumput dan dikepulauan Oceania, seperti kepulauan Galapagos.
J. Manfaat
Burung hantu sangat membantu untuk membasmi tikus serta menjadi indikator kesehatan hutan. Pemangsa dan sangat membantu manusia dalam membasmi hama pengerat seperti tikus.
K. Foto Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar